DINAS PENDIDIKAN DISINYALIR MASIH BELUM TRANSPARAN

Kota Bekasi Hot News,
Dinas Pendidikan Bekasi Disnyalir masih belum terbuka dalam penerapan akreditasi pada sekolah negeri sehingga terjadi penumpukan jumlah siswa yang pada akhirnya akan merugikan siswa itu sendiri dalam proses penerimaan pendidikan dan juga agak menggangu proses belajar mengajar. Demikian pengakuan, seorang penyelenggara pendidikan swasta dari Aren Jaya, H.M. Hasyim, SPdI kepada KBHN, Senin, 14 Oktober 2008. Menurutnya, untuk akreditasi atau klasisifkasi kelas A, jumlah kelas yang semestinya 9 - 9 kelas dipaksakan menjadi 12 - 12 kelas, belum lagi jumlah siswa dalam kelas yang melebihi kapasitas yang memadai. Dan tentunya, kembali akan mengganggu proses belajar mengajar.

Coba saja dibayangkan, dalam satu kelas yang seharusnya berjumlah antara 35 - 40 siswa dipaksa menjadi 45 siswa bahkan 50 siswa. Sepertinya, pihak sekolah mengejar target yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk program pendidikan gratis. Kalau mau jujur sebenarnya ini sangat merugikan siswa dan penyelenggara sekolah negeri itu sendiri.

Saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa saya sebagai pengelola sekolah swasta merasakan imbasnya dengan semakin sedikitnya target perolehan murid karena terambil oleh sekolah negeri. Sepertinya pemda tidak adil dalam memberikan porsi kebijakan kepada masyarakat dan rakyat. Sekali lagi kalu mau jujur, pendidikan gratis yang dijadikan jargon kampanye dan yel-yel partai tertentu itu belumlah sepenuhnya berarti gratis penuh. Kalau mau diselidiki secara rinci, masih banyak sekolah negeri yang mengadakan pungutan di luar kebutuhan biaya pendidikan yang semestinya. Mungkin, benar SPP digratiskan, dan BOS diberikan dari pusat, tapi pada kenyataannya, saya mendapati Dinas memberikan kelonggaran atau tidak menerapkan aturan yang semestinya diterapkan pada sekolah negeri dengan klasisikasi tertentu. Dan ini sangat mempengaruhi semua usaha di bidang pendidikan.

H.M. Hasyim, yang juga Wakil Ketua DPC Kota Bekasi Partai baru HANURA ini menegaskan, bahwa program pendidikan gratis yang sekarang sedang dijalankan oleh pemda sepertinya juga tidak mempertimbangkan APBD. Dana APBD yang terlalu sedikit, sementara anggaran belanja yang telah dikeluarkan untuk pendidikan masih terlalu besar namun, pada aplikasinya di lapangan masih banyak sekolah yang belum bisa menerima dana bantuan untuk sekolah gratis tersebut.

Kebijakan pemda juga kurang adil terhadap pihak penyelenggara pendidikan swasta. Padahal kalau setiap stake holder diundang dalam mensosialisasikan satu kebijakan terutama bidang pendidikan kan seharusnya kami bukan saja diundang namun juga diikutsertakan secara aktif. Kadang karena masih kentalnya faktor katabelece sehingga kami pihak penyelenggara poendidikan swasta seperti dianaktirikan. Padahal kami kan bisa membantu program pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan gratis. Kami menghrapakan kemitraan sejajar dari pihak pemda Kota Bekasi. Kalau tidak, lalu apa gunanya klasifikasi dan akreditasi yang diberikan pemerintahan, belum lagi pemerintahan pusat juga mencontohkan hal yang baik buat diterapkan oleh pemda Kota Bekasi. Seperti kami masih bisa menerima dana BOS. Tapi, untuk bantuan lainnya, kami kan masih mengupayakan secara mandiri.

Kami kuatir, bila maslah ini berlarut-larut maka pemerintahan kota Bekasi akan mendapatkan bom waktu yang meledak dari pihak penyel;enggara pendidikan swasta. Kami sangat mudah kok bnila diajak kerja sama. Dan lagi, kita kan bergerak dalam bidang yang membangun rakyat kota Bekasi. Kalau bukan kita-kita sebagai warga Bekasi, lalu siapa lagi. Apa semua dibebankan kepada pemda Kota Bekasi?

Itu lah sebabnya, saat saya diminta untuk mencalonkan diri jadi caleg dan dukungan dari orang di bawah saya, maka saya harus memperjuangkan mekanisme pengadaan pendidikan terutama pendidikan swasta yang nanti saya harapkan bisa menjadi mitra sejajar dan bermartabat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama